“Impian harus menyala dengan apa yang kita miliki. Meskipun yang kita miliki tidak sempurna, meskipun itu retak-retak.”
Begitulah pesan Iwan Setyawan dalam bukunya yang berjudul 9 Summers 10 Autumns. Buku terbitan PT Gramedia Pustaka Utama ini menceritakan kisah nyata penulis yang berasal dari keluarga sederhana di Kota Batu, Malang hingga mampu sukses bekerja di Nielsen Consumer Research, New York dengan posisi terkhir sebagai Director, Internal Client Management.
Hidup dengan penuh keprihatinan dan kesederhanaan di sebuah rumah yang terletak di kaki Gunung Panderman, tak membuat Iwan kecil berputus asa terhadap masa depannya, walaupun sering kali ia dihantui oleh masa lalu sang Bapak yang berprofesi sebagai sopir angkot. Anak terakhir dari lima bersaudara ini lahir dari rahim seorang Ibu yang bernama Ngatinah.
Sang Ibulah yang mengajarkan kesederhanaan pada Iwan kecil, seperti yang ditulisnya pada halaman 33: “garis hidupnya melahirkan sifat sederhana yang luar biasa pada diri Ibu. Dialah yang membangun ide untuk menabung, mengingatkan kami kalau perlu ke dokter, kalau mobil bisa rusak sewaktu-waktu, kalau rumah bisa bocor, kalau kami butuh makanan bergizi. Ibulah yang mengatur berapa liter nasi yang harus ditanak tanpa tersisa keesokan harinya, kapan kami harus makan daging, ayam, atau tempe. Ibu yang tahu barang apa yang harus digadaikan untuk membeli sepatu baru untuk anaknya dan mengatur pembayaran uang sekolah kami. Ibulah yang membelah satu telur dadar untuk dua atau tiga orang. Ibulah yang selalu menyembunyikan tempe goring supaya tidak dihabiskan salah satu anaknya. Dia menghadirkan demokrasi berbagi ditengah pergulatan hidup. Ibuku adalah cerminan kesederhanaan yang sempurna di mata kami dan kesederhaan inilah yang menyelamatkan kami. Kesederhanaan inilah yang membangun rumah kecil kami.”
Kesederhanaan yang ditanamkan sejak kecil itu pula yang mengantarkan kesuksesan Iwan Setyawan dikemudian hari. Semenjak kecil, kecerdasannya telah terlihat dengan dibuktikannya selalu berada di rangking 3 besar selama sekolah di tingkat dasar. Ketekunannya juga terus berlanjut pada saat duduk di bangku SMP, hingga mengantarkannya bersekolah di SMA 1 Batu, salah satu sekolah unggulan di Kota Malang pada saat itu.
Di SMA, ia bersentuhan dengan dunia teater yang membuka cakrawalanya, mengajarkan tentang kerja keras, disiplin, dan kesabaran (hal. 75). Ia pun lolos PMDK di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan menjadi lulusan terbaik Jurusan Statitika di kampus tersebut di akhir studinya. Dengan bekal itu, ia terus belayar hingga bekerja di Nielsen Consumer Research, New York City. Bekerja di sebuah kota yang tak pernah sekalipun ia impikan pada saat kecil dulu.
Ditulis secara mengalir dengan latar belakang kesehariannya di New York City, membuat novel ini ringan dibaca & inspiratif. Sangat pas bagi bangsa ini yang sedang membutuhkan banyak tokoh-tokoh inspiratif. Selamat membaca!
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Tahun : 2011
Isi : 221 halaman
(tulisan ini dimuat di Media Edukasi Fokus SMA N 3 Purworejo Edisi September-Desember 2012)
(tulisan ini dimuat di Media Edukasi Fokus SMA N 3 Purworejo Edisi September-Desember 2012)