Pages

Judul                   : 99 Cahaya di Langit Eropa
Penulis                : Hanum Salsabiela Rais & Rangga Almahendra
Penerbit              : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Tebal Halaman    : 392 halaman

Buku ini merupakan untaian kisah  sang penulis ketika berada di Vienna, Austria. Sebagai penulis utama buku ini, Hanum (sapaan akrab Hanum Salsabiela Rais-red) berada di Vienna dalam rangka menemani sang suami, Rangga Almahendra yang mendapat beasiswa S3 di WU Vienna. Selain itu pula, Hanum juga bekerja untuk proyek video podcast Executive Academy di kampus yang sama. 

Di ibukota Austria inilah, “perjalanan spiritual” Hanum di mulai. Tinggal di luar negeri dengan status minoritas, bukanlah sebuah perkara yang mudah untuk terus menggenggam akidah yang selama ini ia anut. Namun hal tersebut tidak terjadi pada diri Hanum dan suaminya, justru dari status minoritas itulah mereka menemukan “wajah” Islam yang sesungguhnya, seperti yang ia tuliskan pada halaman 313, “…aku jatuh cinta lagi kepada Islam.”

Ada beberapa kota di Eropa yang ia telusuri bersama sang suami, seperti Vienna, Paris, Cordoba, Granada, dan Istanbul. Kota-kota tersebut merupakan tempat yang memiliki dan menyimpan kenangan akan kejayaan Islam di bumi Eropa pada masa lalu. Misalnya saja Vienna atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan Wina, pada 300 tahun yang lalu merupakan kota terakhir di Eropa Barat yang akan dikuasai oleh Kesultanan Ottoman Turki (Khalifah Usmaniyah), sebelum pada akhirnya dipukul mundur oleh pasukan gabungan dari Jerman dan Polandia.

Selain itu pula, ada banyak cerita menarik & sedikit kontroversial lain yang diceritakan dengan elok oleh penulis. Seperti lafal “Laa Ilaa ha Illallah" yang terlukis di hijab Bunda Maria yang sedang menggendong bayi Yesus. Lukisan tersebut tersimpan rapi di museum Louvre, Paris. Cerita tentang Mezquita di Cordoba, sebuah masjid yang berubah fungsi menjadi katerdal besar di sana. Juga cerita tentang Hagia Sophia di Istanbul yang bernasib berkebalikan dengan Mezquita, sebuah katerdal Byzantium yang dirubah oleh Dinasti Ottoman menjadi masjid, hingga pada akhirnya menjadi museum atas saran dari Pemerintah Turki.

Setelah melihat satu per satu fragmen-fragmen kejayaan Islam yang tertimbun oleh kemegahan kota-kota Eropa, perjalanan Hanum berakhir di Kota Mekkah. Sebuah titik nol yang menjadi tempat berjuta-juta manusia bertawaf kepada Sang Pencipta, sebuah tempat yang menjadi pusat kiblat umat Muslim seluruh dunia. Perjalanan panjangmu tidak akan mengantarkanmu ke ujung jalan, justru akan membawamu unuk kembali ke titik permulaan. Begitulah ujar Paulo Coelho dalam bukunya yang berjudul The Alchemist. 

Labbaikallahhumma labbaik…

Buku ini ditulis dengan bahasa yang ringan dan mengalir, sehingga tidak perlu pemikiran yang berat untuk memahami semua cerita-cerita tersebut. Sebuah bacaan yang pantas dibaca oleh generasi muda muslim sekarang, agar mencintai & memahami lebih luas keyakinannya. Sehingga tidak terjebak oleh dogma-dogma yang mengatasnamakan Islam, namun jauh dari makna Islam itu sendiri. Seperti pesan Hanum pada halaman 391:

“Seribu tahun Islam bersinar, lalu pelan-pelan memudar. Aku bertanya, mengapa?
Karena sebagian umat Islam sudah mulai melupakan apa yang telah dipedengarkan Jibril kepada Muhammad SAW. Pertama kali. Karena kita terlalu sibuk bercumbu dengan kata jihad yang salah dimaknai dengan pedang, bukan dengan perantara kalam (pengetahuan).” 

Selamat membaca!
    Pada hari Sabtu, 30 Juni 2012 Bagian Psikologi Perkembangan Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro berkesempatan menyelenggarakan seminar dan pelatihan lansia dengan tema “Elder Mistreatment And Therapy”. Elder mistreatment sendiri merupakan perlakuan yang salah terhadap lansia yang dilakukan oleh orang-orang sekitar lansia tersebut, seperti anak, cucu, keluarga, ataupun orang lain. Kegiatan yang dilaksanakan di ruang 108 Gedung Soedharto, SH ini menghadirkan H. Toni Hartono (Ketua II Komisi Nasional Lanjut Usia), Dr. Hadi Martono, Sp. PD-KGer (Dokter Geriarti RSUD dr. Kariadi Semarang), Prof. Ir. Eko Budiharjo, M. Sc. (Mantan Rektor Universitas Diponegoro), dan di moderatori oleh  Dr. Yeniar Indriana.

    Pada kesempatan tersebut, Pak Toni (sapaan akrab H. Toni Hartono-red) menjelaskan bahwa populasi lansia di dunia terus bertambah dari tahun ke tahun, begitu pula di Indonesia. Beliau menambahkan, berdasarkan data dari Simposium CHRUI (2009) pada tahun 2050 Indonesia akan memiliki lansia (usia > 80 tahun) berjumlah 79,8 juta jiwa dimana angka tersebut tertinggi dibandingkan kelompok umur lainnya. “Tahun 2050 Indonesia akan menua”, ujarnya sambil tertawa.

   Setelah selesai mendengarkan materi dari Pak Toni, acara dilanjutkan dengan pemberian materi dari Pembicara II, Dr. Hadi Martono, Sp. PD-KGer. Kali ini beliau melihat elder mistreatment dari sisi kedokteran, bidang ilmu yang telah ia geluti bertahun-tahun. Beliau menjelaskan bahwa elder mistreatment mulai terkenal dari adanya artikel di British Medical Journal, tahun 1975 dengan topic “Grany’s Battering”. Dalam artikel tersebut menyebutkan bahwa perlakuan yang salah pada usia lanjut merupakan hal yang umum terjadi.

   Ditambahkannya, perlakuan yang salah ini lebih sering dilakukan oleh anggota keluarga sendiri, terutama oleh pasangan hidup dan anak yang sudah dewasa. Berdasarkan beberapa penelitian, anak perempuan lebih sering melakukan perlakuan yang salah ini kepada orang tuanya. Namun hal ini perlu ditinjau lebih berhati-hati, karena mengingat memang anak perempuan lebih sering merawat orang tuanya dibandingkan anak laki-laki.

   Setelah berlangsung selama 40 menit, acara dilanjutkan dengan materi yang terakhir dari Mantan Rektor Undip, Prof. Ir. Eko Budiharjo, M. Sc. Sebagai seorang budayawan, beliau menjelaskan perlakuan yang salah ini dari sudut pandang Budaya Jawa. Salah satu penyebab dari adanya perlakuan salah ini menurutnya adalah karena pada saat muda sang lansia berkelakuan kurang baik terhadap sesama, ataupun terhadap orang tua. Hal ini sesuai dengan pemeo yang sering kita dengar, siapa yang menanam bakal memetik.

  Dengan diselingi sedikit candaan kepada peserta seminar sehingga membuat cair suasana, beliau pun menganjurkan konsep yang ia namakan dengan “Panca Sila Lansia Jawa”, yaitu awak waras, awet urip, ati ayem, akeh gunane, antep rejekine. Kelima sila inilah yang semestinya dimiliki oleh para lansia di Indonesia, menurutnya.

   Tak terasa waktu menunjukan pukul 12.00, dimana sesuai dengan rencana, acara seminar telah selesai. Selanjutnya tibalah saatnya para peserta untuk mengikuti acara pelatihan yang dibagi empat kelas secara paralel. Kelas tersebut diantaranya (1) Entrepreneurship Training for Old Age atau Pelatihan mengatasi post power syndrome yang dipandu oleh Dra. Frieda NRH, M.S dan Nailul Fauziah, S.Psi, M,Psi (2) Pelatihan Senam Otak dan Relaksasi untuk Lansia yang dipandu oleh Dinie Ratri Desiningrum, S.Psi, M.Si, (3) Terapi Tawa yang dipandu oleh Achmad Mujab Masykur, S.Psi, M.A dan Anggun Resdasari Prasetyo, S. Psi, M. Psi, (4) Perlatihan Spiritual/Transpersonal/Terapi Auto Sugesti yang dipandu oleh  Farida Hidayati, S.Psi, M.Si.

   Acara pelatihan tersebut berlangsung selama 4 jam hingga pukul 16.00. Sebuah acara yang melelahkan, namun dari itu semua terlihat semburat senyum puas dari para peserta dan panitia. Alhamdulillah..