Setelah disepakatinya perdagangan bebas antara ASEAN-China atau ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) oleh pemerintah pada tanggal 1 Januari 2010 silam, membuat pasar domestik dibanjiri oleh produk-produk dari luar negeri, terutama dari China. Hal ini tentunya akan memberikan dampak yang tidak bisa dibilang kecil kepada para pengusaha dalam negeri, yang selama ini menguasai pasar domestik.
Ditengah gempuran produk impor tersebut, sesungguhnya kita memiliki potensi untuk mengembangkan perekonomian disektor lain, yang tentu saja memiliki sesuatu yang khas terhadap produk sejenis di luar negeri. Seperti yang diungkapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada saat membuka Trade Expo Indonesia (TEI) 2008 lalu, bahwa telah terjadi pergeseran sektor ekonomi dari sektor pertanian, industri, jasa menuju ke industri kreatif (Hamzah, 2008).
Ya! Sektor ini bernama industri kreatif. Di dalam industri ini, kreatifitas dan semangat kita sebagai generasi penerus bangsa dapat diakomodir & diwujudkan dalam berbagai sektor. Seperti sektor musik dan alat musik, periklanan (advertising), arsitektur, fashion, film, video dan fotografi, permainan interaktif, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan piranti lunak (software), desain, pasar seni dan barang antik, kerajinan, serta radio dan televisi. Ke 14 sektor inilah yang didukung penuh oleh pemerintah dalam industri ekonomi kreatif.
Ekonomi Kreatif di Indonesia
Istilah ekonomi kreatif pertama kali didengungkan oleh bseorang tokoh yang bernama John Howkins. Dalam bukunya yang bejudul Creative Economy, How People Make Money from Ideas, beliau menyatakan bahwa ekonomi kreatif adalah kegiatan ekonomi dimana input dan outputnya adalah gagasan. Sedangkan menurut Robert Lucas, peraih nobel dibidang ekonomi, menyatakan bahwa kekuatan yang menggerakkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi kota atau daerah dapat dilihat dari tingkat produktivitas klaster orang-orang bertalenta dan orang-orang kreatif atau manusia-manusia yang mengandalkan kemampuan ilmu pengetahuannya (Hamzah, 2008).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa industi kreatif ini sangat bergantung dari orang-orang kreatif didalam suatu wilayah (klaster), karena dalam industri ini, baik input maupun outputnya dalah sebuah gagasan, ide, maupun kreativitas seseorang.
Dengan memiliki potensi lebih dari 200 juta jiwa penduduk beserta keanekaragaman hayati & sosial budayanya, kita sebenarnya bisa mengembangkan potensi itu apabila digarap secara serius. Dan apabila hal tersebut diarahkan menjadi industri kreatif, tentu menghasilkan hasil yang luar biasa.
Misalnya saja kita bisa ambil contoh dari industi film. Banyak sekali cerita dan permasalahan-permasalahan sosial budaya di negeri ini yang bisa diangkat ke layar lebar. Seperti cerita & perjuangan hidup KH Ahmad Dahlan, pendiri organisasi Muhammadiyah dalam film Sang Pencerah, yang dapat dihadirkan secara apik oleh sutradara Hanung Bramantyo; Kritik sosial dalam film Alangkah Lucunya Negeri Ini, yang menyindir perilaku para koruptor; dan yang terbaru adalah film Batas, yang mengangkat masalah sosial budaya masyarakat di wilayah perbatasan Kalimantan dengan Malaysia. Film-film tersebut selain memberikan edukasi kepada masyarakat, tentunya juga meraup untung yang luar biasa, apalagi bagi film yang mendapat penghargaan-penghargaan dari festifal film dari dalam maupun luar negeri. Hal-hal semacam inilah semestinya mendapat perhatian dari pemerintah agar dapat berkembang secara optimal dan positif.
Kembali ke industri kreatif, walaupun kelihatannya sepele, namun industri ini tidak bisa dianggap remeh. Itu terbukti sepanjang tahun 2002-2006, menurut Mentri Perdagangan Mari Elka Pangestu, industri ini menyumbang 104,6 triliun rupiah atau sebesar 6,3% terhadap PBB. Selain itu, produk dalam industri kreatif ini sama sekali tidak bergantung pada pasar konvensional, seperti AS, Eropa, maupun Jepang. Contohnya kerajinan mebel berbahan kulit kerang, yang sebagian besar pasar ekspornya justrudi negara-negar Eropa Barat, Korea Selatan, dan Filipina. Dan juga, industri ini mampu menyerap tenaga kerja 5,4 juta pekerja pada tahun 2008, yang tersebar pada 22 juta perusahaan. Jumlah ini setara atau 5,2% dari perusahaan yang ada di Indonesia (Hamzah, 2008).
Inovasi Menuju Kemandirian
Tentu saja, agar mampu bersaing dengan produk-produk impor, inovasi menjadi suatu keniscayaan dalam industri kreatif ini. Inovasi disini sangatlah penting disini, agar konsumen bisa mengapresiasi atau bahkan membeli produk kita.
Kekhasan yang terkandung dalam sebuah produk, akan membuat produk tersebut mempunyai nilai tambah di mata konsumen. Inovasi yang mempunyai “cita rasa” yang khas inilah yang semestinya kita jual kepada dunia. Apalagi seperti yang diungkapkan sebelumnya bahwa sektor ini tidak terpengaruh oleh pasar konvensional di luar negeri. Itulah hakikat sebuah kemandirian, bagaiman kita bisa menjual produk karya kita sendiri dan bercita rasa khas Indonesia.
Inovasi yang seperti inillah yang seharusnya tumbuh disetiap generasi bangsa ini, agar bangsa ini mampu bersaing dengan bangsa lain dalam kancah Internasional. Oleh karena itu, para mahasiswa/I dari Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia mengadakan Computer Festival (COMPFEST) 2011 dengan tema Inovasi Karya Anak Bangsa menuju Kemandirian Nasional. pada tanggal 14-16 Juni 2011, yang bertempat di SMESCO Indonesia, Jl. Jend Gatot Subroto Kav. 94 Jakarta Selatan.
Ada berbagai acara seperti workshop, seminar, kompetisi, exhibition yang akan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang inovasi dari berbagai karya anak bangsa, terutama dalam bidang IT. Pada main event akan terdapat Exhibition dari berbagai macam forum dan komunitas di Indonesia, Seminar dibidang IT dari berbagai macam pembicara mulai dari Onno W. Purbo, Enda Nasution, Billy Boen, dan lainnya. Dan , Workshop mengenai penggunaan berbagai macam tools open source seperti GIMP, Wordpress, dan lainnya.
Pastikan kalian semua terlibat dalam One Stop IT Event karya anak bangsa ini!
Daftar Pustaka
Hamzah, zakyal. 2004. Harapan Itu Bernama Industri Ekonomi Kreatif. Diakses pada 3 Mei 2011 dari http://zakyalhamzah.wordpress.com/2008/11/26/harapan-itu-bernama-industri-ekonomi-kreatif/
0 komentar:
Posting Komentar